Salam!

Hello people! Welcome to the world! 2012 baby!! *tarian random*

Oke, mari jelaskan situasi sekarang dulu. Pokoknya sekarang ini gue sedang berada dibalik selimut, mendengar suara rintikan hujan dan yeaah menikmati kesendirian. Bisa dibilang udah lamaaaaaaaaaaaaaaaaa banget gue nggak nge post. Sebenernya banyak yang mau ditulis, banyak yang mau di share, tapi waktu, situasi dan kadar semangat dalam tubuh nggak berbanding lurus dengan keinginan menulis dan berbagi.

Jadi, hm... Udah lama banget nggak nge post, dan sebenernya banyak cerita, banyak pengalaman, dan banyak pelajaran. Tapi.. yagitudeh. Jadi bercerita tentang sedikit kehidupan gue beberapa waktu ini aja deh.

Triwulan ini kehidupan gue cuma berkisar antara sekolah, les dan rumah. Bener-bener tok itu aja. Tapi hari Sabtu kemaren, tanggal 4 Februari 2011, akhirnya gue keluar rumah. Tapi bukan keluar dengan perasaan bahagia, namun dalam kesedihan yang mendalam. Pada hari itu, sekitar jam 12 lewat kami terima kabar, kalau Abua (Abang Ummi yang pertama) telah dipanggil yang Maha Kuasa. 

Saat mendengar kabar duka itu, gue secara spontanitas meluk Ummi, tap Ummi ngelepas pelukan gue dan bilang, "Nggak apa-apa. Udah. Nggak apa-apa" Ngeliat Ummi yang kayak gitu, gue baru benar-benar melihat quotes 'Smiling outside, crying inside' terjadi di dunia nyata. Tapi keadaan itu bukan seperti tweete-tweete galau orang-orang, kesedihan Ummi benar-benar kesedihan yang mendalam. Ngeliat ummi kayak gitu, gue langsung buru-buru mandi, makan dan ngajak si adek cepet-cepet. Di saat gue lagi ngurus hal lain, ummi sibuk ngabarin keluarga yang lain dengan suara yang dibuat terdengar tegar.

Akhirnya ummi selesai ngabarin semua keluarga, terus akhirnya mandi dan makan. Pas ummi makan, gue lagi ngebujuk si adek, dan tiba-tiba gue denger suara tangisan. Ya, tangis ummi meledak. Dan percayalah, nggak ada yang lebih sedih di dunia ini selain melihat orang tua kalian menangis. Gue diem. Gue nggak bergerak. Gue nggak tahu harus apa. Di saat itu yang terpikir di gue cuma, 'How precious mothers are. They always be right in their children to wipe all their children's sadness. But their children can do nothing when their mother in a painful place'. Nggak lama kemudian, Waled keluar dari kamar dan memegang kedua pipi Ummi dan menciumnya. Nothing can be as sweet as this love.

Selama perjalanan, Ummi nggak bisa menahan kesedihannya lagi. Mungkin sesekali berhenti, namun nggak lama kemudian mulai teringat lagi. Sampai akhirnya Ummi menelepon Bunda Ce' (Kakak perempuan pertama ummi). Kira-kira percakapan mereka begini :
U : Halo, Cut Po? Addis mau bicara sama Ummi. *Telepon dilihkan ke Jiddah(Nenek)* Ummi...... Ummi.... Maafin Cut Abang ya mi... Maafin mi.... 

Ummi telepon Jiddah dengan tangis yang benar-benar tangis. Bukan sesuatu yang dibuat-buat. Sehingga gue pun mau nggak mau ikut menangis karena nggak tahan ngeliat Ummi yang begitu sedih. Pas nyampe, gue menyalami anak-anak abua, begitu juga Ummi. Semua anak-anak Abua nangis di pelukan Ummi dan sambil bergumam, "Maafin Waled, ya Bunda.." Dan ternyata dapat kabar kalau Bang Habib ternyata belum ada di Jakarta karena masih PKL di Kalimantan. Setelah berunding, akhirnya kesepakatan muncul, bahwa Abua akan dimakamkan ba'da Ashar, tanpa menunggu apapun. 

Pada hari itu, gue merasa bertanggung jawab terhadap adek-adek, yaitu adek gue sendiri, Yazid, dan anak Abua paling kecil, Hilal, yang seumuran sama Yazid. Akhirnya gue mencari mereka dan saat gue lihat, Hilal lagi nangis dan bilang " Kenapa Waled harus meninggal sekarang? Tadi pagi Waled baik-baik aja kok.." sambil nangis. Disampingnya gue juga ngeliat Yazid ikutan nangis. Mungkin disaat biasa itu lucu, ngeliat mereka nangis berdua. Tapi di saat itu, semua orang cuma bisa merasa terenyuh melihat mereka nangis. Hal yang paling bikin nyesek adalah ketika Hilal bilang, "Aku nggak punya waled lagi.." Itu betul-betul... nyesek, sedih, benar-benar mencampur. 

Hari itu, tadinya mau nginep, tapi karena takut kecapean, kita pun memutuskan buat pulang dan datang lagi besok. Besoknya, kami pun datang lagi, dan ternyata Bang Habib udah dateng dari Kalimantan. Pas ngeliat kita, dia langsung meluk ummi dan bilang "Maafin waled ya Bunda..." Dan ummi cuma bisa mengusap-usap punggungnya sambil bilang, "Iya nak iya"

Sorenya, Bunda Ce' datang dari Aceh. Mungkin ini adalah hal yang tersedih menurut gue. Karena pas masuk, Bunda Ce' langsung berpelukan sama Ummi dan mereka menangis bersama. Itu membuat suasana ruang tamu yang tadinya rame, menjadi hening seketika.  Setelah pelukan sama ummi, Bunda Ce' pelukan sama Bunda Wa (Istri Abua) dan Bunda Cut (Kakak perempuan Ummi yang kedua). Dan disaat itu gue sada. Yes, they're the true family.

Dari kejadian ini, ada beberapa hal yang dapat gue ambil sebagai pelajaran. Yang pertama, keluarga adalah yang utama. Bagaimanapun caranya. Cherish every moment with them. Because they are the only one who accept you when you're down. Kedua, pertemanan. Ya, mereka lah yang menghibur kita dengan menunjukkan rasa simpati mereka kepada kita. Mungkin mereka nggak tahu seperti apa yang kita rasain, tapi setidaknya mereka mau mencoba untuk berbagi sakit itu dengan kita. Ketiga, nggak ada hubungan yang retak setelah terciptanya suat hubungan. Maksudnya? Maksudnya adalah, sekali bersaudara, selamanya bersaudara. Dan sekalinya berteman, selamanaya berteman.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Badmood

It's Okay

efek