It's Okay


...It's Love --- sebuah judul Drama Korea ^v^



Halo!

Sudah tidak perlu dibahas lagi berapa lama saya tidak menulis, jadi mohon dimaklumi jika nanti terdapat ketidak rapihan dalam penulisan, ya hehe.

Sekedar info, saat ini saya sudah menginjak usia kepala dua untuk yang ketiga kalinya, namun sepertinya mentalnya masih sama dengan terakhir kali menulis di sini ya.. hahaha. Berharap sedikit menjadi lebih dewasa, saya ingin memulai lagi sebuah kebiasaan menulis. Yang katanya (saya lupa sumber dan baca dimana, jadi kebenarannya masih belum teruji) baik untuk meningkatkan kemampuan otak (lagi, ini masih bersifat rumor, nanti kita coba cari lagi sumber referensi terpercayanya).

Oke, apa yang sekarang ini sedang saya hadapi?

Nah menarik ini pertanyaannya. Secara kehidupan, menurut saya, saya benar-benar sedang merasakan kehidupan yang seperti naik roller-coaster, kadang menanjak pelan-pelan, terjun bebas, tikungan tajam, bahkan ada saatnya pula saya berjalan lurus saja mengikuti jalur yang ada. Dan semua ini bisa dibilang mulai dihayati semenjak saya lulus dari perguruan tinggi, yaa belum lama sih lulusnya, belum masuk ke dunia kerja juga, tapi mungkin Allah lagi kasih nikmat ini ke saya. Kok nikmat? Iya, nikmat pencarian jati diri.

My Post-Graduates Life Experience

Terdengar fancy dan sangat kehidupan banget gitu ya. Tapi sebenarnya, nggak sama sekali. Bahkan sebetulnya agak depressing  dan menyedihkan hahaha. Oh iya, ini murni pengalaman saya aja ya, dan mungkin beberapa pengalaman teman saya, yang sangat mungkin terjadi di beberapa orang lainnya, dan sangat mungkin juga berbeda dengan pengalaman orang lain. 

So, all I want to do here is to share my experience, without starting any debate :) 

Oke, jadi mari kita mulai ya, dan mari kembali ke Oktober 2017. 

Wisuda itu sungguh sebuah momen yang tidak terlupakan. Senang dan gembira dirasakan karena akhirnya akan meninggalkan kampus gajah ini. Senang dan gembira membuat orang tua tersenyum bangga melihat saya memakai toga dan memegang ijazah serta mengantongi gelar baru. Sebuah kesenangan pribadi juga didatangi banyak orang yang sangat baik hati memberikan banyak hadiah serta ucapan yang sangat menyentuh, membuat saya merasa pernah berkesan di orang-orang di sekitar saya (ya walaupun kalau ternyata saya tidak semengesankan itu, saya boleh dong merasa wkwk)

Senang, riang, gembira yang dirasakan waktu isuda masih berasa sampai ketika saya pindah dari Kota Kembang itu kembali ke Kota Patriot. Setiap ketemu orang-orang masih tersenyum senang dan menjawab, "Iya, alhamdulillah baru lulus kemarin". Pokoknya setiap ada pertanyaan-pertanyaan dari orang masih saya jawab dengan pikiran "jawab baik-baik, mana tau jadi didoain dapat yang terbaik. Gaboleh tersinggung! Ini tanda orang peduli sama kita!" Ya, begitulah kira-kira isi pikiran saya setiap ada yang bertanya, "Terus sekarang udah kerja?"

Oh, btw tentu saja saya giat sekali mencari lowongan-lowongan pekerjaan di portal-portal yang menyajikan informasi lowongan pekerjaan. Bahkan saya juga ikut mengirimkan seleksi CPNS saat itu, walau tidak diterima karena ijazah fisiknya belum keluar. Pokoknya segal lowongan yang menurut saya saat itu cocok dengan latar belakang pendidikan saya, bahkan yang cuma sedikit nyerempet pun saya applyJobfair di kampus pun saya datangi. Pokoknya mah, menurut saya, saya sudah usaha semaksimal saya. TAPI. Ini nih yang menyebabkan pertikaian: kadar maksimal tiap orang ini yang berbeda-beda. 

Menurut saya, saya udah mencoba segala cara nih buat ngelamar pekerjaan (kirim CV ke tiap lowongan pekerjaan), dan sisanya saya tinggal berdoa pasrah ke yang Maha Kuasa. Ya kan saya ga tau apakah dengan CV yang saya kirimkan itu saya layak tidak nih untuk posisi yang saya lamar? Apa saya tidak membaca artikel-artikel tentang pembuatan CV yang baik dan benar dan menarik perhatian HR? Wah ini, entah sudah berapa artikel saya baca dan saya coba terapkan. Tapi ya mau bagaimana, sudah sebulan saya menyebar CV tidak kunjung ada jawaban ataupun panggilan dari perusahaan-perusahaan yang saya lamar. 


Tahu nggak perasaan saya yang muncul saat CV yang disebar tidak ada respon balik? Merasa tidak layak. Merasa rendah diri. Merasa tidak kompeten. Merasa saya betul-betul tidak bisa diterima di mana-mana. Wah ini ancur, brayyyyy. Kacau hancurnya. Efeknya? Saya jadi orang yang sangat sensi, gampang emosi lah intinya. Jadi males ketemu orang-orang, bahkan orang rumah! (Padahal udah mah numpang, pake ga tau diri banget gamau ketemu orang rumah. Kacau kan) Padahal orang rumah saya termasuk suportif sekali, mereka nggak memaksa saya untuk segera kerja, bahkan dikasih pilihan juga dalam menjalankan kehidupan pasca kelulusan ini mau gimana ngisi waktunya. Tapi, setan dalam diri ini kayak tumbuh pesat banget pada masa-masa itu, semua hal positif itu tidak ada. Yang berasa semuanya negatif, semuanya mengintimidasi, semuanya menekan, dan semuanya hanya membuat saya semakin merasa buruk sebagai seorang manusia.

Pokoknya, selama dari Oktober sampai Desember itu saya betul-betul merasa sedih dan galau setiap saat. Udah kayak jargon iklan obat sakit kepala gitu ya wkwk. Tapi, kenapa cuma sampai Desember? Kenapa pas banget di bulan Desember? Nah ini. Ini nih. Karena di bulan Desember ini saya berkesempatan untuk keluar dari rumah selama sebulan, di tempat asing, dengan kultur yang jauh berbeda. Sehingga saya seperti mendapatkan angin segar setelah berpergian itu. Bisa dibilang, setelah saya pergi itu, saya dapat perspektif baru dalam memandang kehidupan. Yang padahal, sebetulnya sudah diketahui sejak lama lah itu secara teori. Tapi, karena dirundung kesedihan dan kenegatifan, hal-hal itu semua kayak ketutup dan saya sendiri berpikir "ah, udalah, semuanya udah gabakalan mungkin." Iya, udah se-negatif itu. 

Apa sih yang membuat saya akhirnya bisa mulai berpikir positif lagi? Lingkungan. Tentunya bukan udaranya (walau saya percaya itu ada pengaruhnya walau sedikit), tapi dengan saya keluar dari rutinitas saya, keluar dari zona nyaman saya, keluar dari lingkungan saya. Saya jadi baru merasa, wah selama ini sebenarnya saya cukup beruntung loh. Dan ketika pikiran itu sudah muncul, akhirnya tanpa tersadari mulai counting blessings, dan ternyata itu semua sangat banyak! Setelah tersadari bahwa kenikmatan yang saya terima ini sangat banyak.... Mulailah berpikir, ya Allah... kok saya songong banget dengan nikmat sebanyak ini, masih aja nggak bersyukur? Masih aja menuntut lebih? Terus, sebenarnya, kalau keinginan itu tercapai, sebenarnya buat apa sih? Apa sebatas supaya nggak jawab pertanyaan-pertanyaan orang lagi? Apa sebenarnya, buat apa?

Setelah mulai bertanya-tanya seperti itu, saya jadi mulai berpikir. Jangan-jangan memang kunci kebahagiaan itu ya rasa syukur yang betul-betul bersyukur dengan apa yang ada, itu benar adanya. Semenjak itu, saya mencoba untuk menjadi lebih menerima keadaan, serta mencoba mensyukurinya. Oh tentu saja ini masih belum bisa saya lakukan setiap saat, karena ini sungguh berat untuk dijadikan kebiasaan. Tapi, dengan saya mencoba untuk menerima dan mensyukurinya, saya mulai mendapatkan ketenangan. Dan apalah yang lebih membahagiakan dari ketenangan dalam menjalani hidup? 

Apa saya sekarang menjadi orang yang bahagia? Wah, ini mah ga usah ditanya. Tentu saja jawabannya belum. Karena hidup dinamis banget, belum lagi kalau saya lagi diserang serangan hormonal bulanan. Wah, itu susaahhh banget untuk mencoba berpikir positif. Tapi kembali lagi, saya mencoba. Mencoba untuk bahagia, dengan cara menerima dan bersyukur. 

Menerima ini yang sangat susah. Menerima kalau teman-teman sejawat satu per satu mulai keterima kerja (percayalah, ini godaan setan yang terkutuk banget). Padahal, semua orang punya waktunya masing-masing, kita tinggal berusaha dan berdoa aja. Terus menerima kalau pandangan orang lain terhadap kehidupan itu berbeda dengan kita, jadi gausah di ajak debat kusir. Menerima dan juga meyakini kalau rezeki nggak akan ketuker, dan rezeki dari Allah itu bisa datang dari mana saja. Yang penting kita terus yakin dan berusaha. Menerima kalau komentar orang-orang sebetulnya gausah dipikirin dan ditanggepin, selagi kita yakin dengan pilihan kita. Dan menerima, kalau kita ini pada dasarnya harus terus berusaha, berdoa, dan tawadhu kepada yang menciptakan kita.

Lagi, saya katakan, saya bukan mau menggurui, tapi saya cuma mau berbagi. Saya mau berbagi ini:

  1. Sangat normal kok kalau kita sedih. Sangat wajar. Jadi, jangan menghukum diri kita dengan menahan supaya gak sedih. Karena kalau menurut saya, kalau sedih itu harus diluapkan, biar gak berlarut-larut
  2. Keluar dari zona nyaman bisa ngebantu kita unuk memandang sesuatu dengan lebih jernih. Bagaimana keluar dari zona nyaman? Bisa dimulai dengan liburan ^v^
  3. Membuat diri kita bahagia itu nggak perlu menjatuhkan orang lain. Karena bahagia itu datangnya dari diri kita, bukan dari orang lain ;)

Okeee, segini dulu posting untuk kali ini. Nanti nanti kita posting cerita-cerita lain lagi yaa ^v^

Adios!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

#7FP in Bikini Bottom Town

Covid-19

Menjadi Legal!